Jumat, 08 April 2011

Jenis dan Status Penagih Utang Dan TIP Menghadapi Debt Collector


Jenis dan Status Penagih Utang
a.       Field Collector
          Para penagih ini lebih mengandalkan otak daripada otot. Debitor bisa menanyakan setatus utangnya, lengkap dengan perincian bunga dan kemungkinan potongan jumlah utang. Biasanya collector jenis ini menagih kepada debitor yang relatif tidak sulit dan komunikatif.
b.       Professional Colector
          Mulai mengandalkan otot, dan mengunakan otak. Para collector jenis ini mulai dan badannya yang besar, kekar dan sangar masih komunikatif namun sudah mulai tidak kompromi. Biasanya untuk para debitor mobil yang cukup sulit ditagih.
c.       Debt Collector
          Benar-benar mengandalkan otot. Collector jenis ini badannya sudah kekar terkadang lengkap dengan kumis tebal dan bermuka sangar sama sekali tidak ada kompromi. Misalkan mendapat perintah untuk menagih utang Rp. 10 juta, kurang satu sen pun benar-benar diminta dan kalau tidak dikasih merekapun tidak segan-segan untuk mengintimidasi dan atau kekerasan lainya.

Tips Menghadapi DEBT COLLECTOR

Tukang tagih atau bahasa kerennya "Debt Collector" hanyalah sebagai bagian dari suatu entitas bisnis yang disebut Lembaga Pembiayaan dimana operasinya sering mengalami kredit macet para konsumennya. Kredit macet yang ada sering disebabkan karena kesalahan asumsi yang dipakai oleh lembaga pembiayaan sebagai akibat dari strategi perusahaan dalam mencapai suatu keuntungan yang tinggi.
Disisi lain para konsumen kurang bijak dalam menyikapi kebutuhan dan kurang memperhatikan kondisi ekonomi yang ada. Tapi semua hal di atas tidak dapat dijadikan alasan sebagai pembenar untuk menempuh kebijakan dengan menempatkan Debt Collector sebagai ujung tombak untuk memperlancar kredit macet yang dialami suatu perusahaan. Para konsumen haruslah lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan utamanya dalam melakukan transaksi baik jasa atau barang. Para konsumen tidak perlu takut karena bagaimanapun juga Debt Collector sama seperti kita yang mempunyai rasa cemas, takut serta gundah.

Di bawah ini adalah pasal-pasal dalam KUHP yang dapat membuat para Debt Collector berpikir seribu kali dalam melakukan aksinya. Dasar Hukum yang Biasanya Dipakai Menjerat Debt Collector
1.       Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
          Pihak debitor bisa melaporkan setiap gertakan dan ancaman yang dilakukan debt collector. Memaksa orang lain melakukan sesuatu dengan paksaan diancam penjara 1 (satu) tahun penjara.
2.       Pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan.
          Pihak konsumen atau debitor yang menjadi korban kekerasan fisik, jika mengakibatkan debitor luka-luka berat maka yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara.
3.       Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan.
          Ancaman hukuman tindakan ini adalah 9 (sembilan) tahun penjara. Pasal ini dikenakan bagi mereka yang melakukan pencurian didahului dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau yang dikenal dengan perampasan

2.4              Pembuktian Utang secara Sederhana

                                                         Pembuktian secara sederhana lazim disebut dengan pembuktian secara sumir. Hal ini diatur  dalam Undang-Undang tentang  Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang  menyatakan, bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana, yakni adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Hanya saja patut disayangkan, bahwa Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini tidak memberikan penjelasan yang rinci mengenai bagaimana pembuktian sederhana itu dilakukan dalam memeriksa permohonan pailit. Tidak adanya definisi serta batasan yang jelas atau indikator-indikator yang dapat menjadi pegangan apa yang dimaksud dengan pembuktian sederhana inilah, akhirnya membuka ruang perbedaan yang lebar di antara para hakim dalam menafsirkan pengertian pembuktian sederhana dalam menyelesaikan permohonan kepailitan. Sehingga dalam hal ini muncul permasalahan, bagaimana sebenarnya sistem pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan itu. Dalam rangka memberikan jawaban terhadap  masalah, maka penelitian bertujuan untuk mengetahui penerapan asas pembuktian sederhana dalam praktik Peradilan Niaga, mengetahui kendala atau hambatan yang ditemui oleh Pengadilan Niaga dalam penerapan asas pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan dan mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh Pengadilan Niaga dalam mengatasi kendala atau hambatan dalam penerapan asas pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan.
                       

PERLU DIMENGERTI

BAB IX UU NO.8 TAHUN 1999 : LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT

Pasal 44 :
(1) Pemerintah mengakui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat
(2) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat memiliki kesempatan untuk Berperan aktif dalam mewujudkan Perlindungan Konsumen

BAB V – Ketentuan Pencantuman Klausula baku
Pasal 18 :


1) Pelaku Usaha dalam menawarkan BARANG dan atau Jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian apabila :
a. Menyatakan Pengalihan tanggung jawab pelaku usaha ;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen ;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen
d. Menyatakan pemberian Kuasa dari Konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam massa konsumen memanfaatkqn jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran
2) Pelaku Usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti
3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian Yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum
4) Pelaku Usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang- undang ini

Bagian Kedua- Sanksi Pidana

Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku Usaha dan/atau pengurusnya
Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 9, 10, pasal 13 ayat (2) Pasal 15 , pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c, hurue ayat (2) dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak 2.000.000.000 ( dua miliar rupiah )

Dan sebagaimana yang tertuang dalam :
Undang- undang no.42 Tahun 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA;
PASAL 5
1) Pembebanan benda dengan jaminan Fidusia dibuat dengan akta noktaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Pasal 11
1) Benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia wajib didaftarkan
Pasal 12
Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) dilakukan pada kantor Pendaftaran Fidusia
Pasal 15
Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksudan dalam pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata- kata “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA “


Program Penting! !

Dengan menjamurnya lembaga pembiayaan ( Finance red) Banyak konsumen menjadi korban dampak praktek pelaku usaha yang menggunakan sistem dan pola premanisme.

LPKNI hadir untuk wilayah Yogyakarta akan menjadi ujung tombak/ garda terdepan dalam pemberdayaan Konsumen. Yang tidak kalah pentingnya adalah LPKNI Anti DEPT COLLECTOR.

PENGAWASAN DI BIDANG fINANCE, 
KONSUMEN HARUS PAHAM DAN MENGERTI
1. BAHWA BANYAK KONSUMEN MENDAPAT PERJANJIAN JUAL BELI SECARA ANGSURAN DARI FINANCE YANG DISEBUT- SEBUT MENGGUNAKAN PERJANJIAN FIDUSIA.Padahal setelah dilakukan penelitian dan konfirmasikan ke lembaga fiducia tidak terdaftar . Hal ini bisa ditegaskan bahwa Perjanjian Fiducia yang dikatakan Finance sangat patut diduga illigal atau palsu dengan ciri- ciri kedua belah pihak tidak ke Noktaris sewaktu tanda tangan perjanjian/ tidak ada sertifikat jaminan Fiducia yang terlampir dalam perjanjian.

2. Karena tidak terdaftar maka Fiducia dimaksud tidak memiliki hak FREVERENT atau hak eksekutor.Artinya Lembaga Finance, ( Pembiayaan) tidak berwenang menarik, menyita kendaraan dengan alasan apapun termasuk angsuran yang macet, kewenangan menyita menarik kendaraan yang angsurannya macet adalah Pengadilan Negeri setempat karena masalah ini adalah murni perkara perdata.

3. Sesuai Pasal 35 UU nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fiducia, : Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan, atau dengan cara apapun memberikan keterangan palsu secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian fiducia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu ( 1 ) tahun dan paling lama lima ( 5) tahun dan  denda  paling sedikit Rp.10.000.000 sepuluh jta rupiah, paling banyak seratus juta rupiah ( Rp 100.000.000 )

4.  Finance bukan Bank karena tidak termasuk yang diatur dalam UU nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankkan dan diminta kepada Menteri Keuangan RI untuk mencabut ijin Finance yang telah melanggar peraturan perundang- undangan juga telah merusak perekonomian rakya.( KONSUMEN )

5. Setelah dilakukan peninjauan dan disigi , berdasarkan keterangan pejabat setempat di Kantor Perdagangan dan Perindustrian / Dinperindagkop Kabupaten Lembaga Pembiayaan/ Finance TIDAK TERDAFTAR dan atau sangat patut diduga tidak resmi karena tidak tercatat layaknya sebuah perusahaan sesuai yang diatur dalam UU no.34 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.

6. Atas Kuasa dari beberapa KonsumenLPKNI melalui Surat akan melaporkan ke POLDA DIY,  terkait pemalsuan dokumen perjanjian yang mengatas namakan FIDUCIA bisa menyita kendaraan/Mobil, Sepeda Motor milik konsumen secara melawan hukum

LPKNI Tetap Konsisten Laksanakan UU PK

Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia, selalu Konsisten dalam melaksanakan amanah UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, di manapun.Khusus untuk Wilayah Yogyakarta LPKNI, memulainya dengan menugaskan Kepala Devisi Pengaduan untuk mendirikan Pos Pengaduan Masyarakat Pasca Bencana Merapi, sebagai embrio kepengurusan LPKNI di wilayah Yogyakarta.
Sejak Bulan Februari 2011 Posko Pengaduan Pasca Bencana Merapi mulai beraktivitas, dan mulai membuka /menerima pengaduan yang dipusatkan di Desa Argo Mulyo, Cangkringan.

Meskipun tidak semulus yang diperkirakan, namun LPKNI, tetap Eksis melaksanakan Tugas menerima pengaduan Konsumen dari saudara kita yang merupakan korban erupsi Merapi.

" Dimanapun LPK itu mengawali kegiatan Perlindungan Konsumen pasti banyak kendala/tantangan dari segala lini "terutama dari pelaku usaha yang merasa belum taat akan peraturan perundang - undangan,".Mereka dengan berbagai cara, berupaya agar LPK tidak melakukan kegiatan.

Di Cangkringan, LPKNI sempat diberitakan miring mencari keuntungan dibalik Bencana merapi, tetapi alhamdulillah, Krew LPK tetap semangat, karena dalam benak petugas LPK tidak ada niatan seperti itu, dan itu hal yang biasa dihadapi LPK.
Meskipun banyak pelaku usaha yang tidak suka dengan kehadiran LPK, tetapi demi missi perlindungan konsumen Posko tetap berdiri dan tetap eksis serta konsisten dalam menegakkan Hukum di bidang Perlindungan Konsumen. Salam Perlindungan Konsumen, Bersama LPK Nasional Indonesia Mari " Bebaskan Rakyat dari Hutang "